Jumat, 14 September 2012

KONODOM MENJADI PERBINCANGAN DI MASYARAKAT

Menkes (BARU) Kampanyekan Kondom

islampos.com—“SEJAK tadi malam saya banyak di-SMS, di-twitter, dan sebagainya, mencela bahwa Menteri Kesehatan akan membagi-bagikan kondom secara gratis di SMA. Ini sama sekali tidak benar….” Pernyataan klarifikasi tersebut meluncur dari lisan Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi. Uniknya, sebagai pejabat negara Menkes lebih memilih jalur media sosial, yakni Youtube, dibandingkan media formal seperti televisi. Rekaman berdurasi sekitar 5 menit, itu diunggah Selasa (19/6/2012)

Menkes yang baru menjabat seumur jagung ini tampaknya sudah dipusingkan dengan pernyataannya sendiri sebelumnya tentang pentingnya penggunaan kondom bagi kelompok berisiko akibat hubungan seks. Semangat ini dilatarbelakangi oleh angka penularan penyakit seksual seperti HIV/AIDS, siphilis, di kalangan berisiko yang dinilainya sangat tinggi, seperti para wanita tanpa susila (WTS) dan pelanggan mereka. Selain itu, seks yang berisiko yang dimaksudkan Menkes adalah mereka yang berisiko hamil di luar rencana atau hamil yang tak dikehendaki.

Mantan Sekretaris Komite Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) ini menunjukkan data yang dikutip dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menunjukkan tahun 2010 sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi. Mereka yang melakukan aborsi ini dianggapnya sebagai kelompok yang melakukan hubungan seks berisiko.
Statemen dari sang menteri itu tentu saja menyulut kontroversi di masyarakat. Bagi Menkes mungkin maksudnya baik, tapi caranya yang, entah sudah dipikirkan masak-masak atau belum tentang ekses dari pernyataan itu, yang memunculkan reaksi balik dari berbagai kalangan.

Lembaga agama berpengaruh seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya,  menentang kampanye penggunaan kondom, kecuali hanya boleh digunakan pasangan suami-isteri sebagai alat kontrasepsi, yang juga menjadi program andalan pemerintah. Kalangan DPR pun bereaksi. Anggota Komisi IX DPR Herlini Amran menyesalkan pernyataan Menkes itu. Sebab, cara seperti itu dianggapnya sebagai upaya pemerintah melegalkan seks bebas atau zina. Karena kehebohan kasus ini pula, Komisi Kesehatan DPR menjadwalkan pertemuan dengan Menkes untuk menjelaskan duduk persoalannya.

Posisi Nafsiah Mboi yang kini sebagai pejabat publik, tentu sangat strategis dan krusial. Segala pernyataannya akan berdampak pada kebijakan, khususnya pada kementerian yang ia pimpin. Karena itu, setiap pejabat publik haruslah “berpikir panjang” dalam mengeluarkan pernyataan, baik tertulis maupun lisan, dengan mempertimbangkan konsekuensi dari pernyataan tersebut.

Angka aborsi bisa saja meningkat. Demikian juga tingkat perzinaan makin kompleks. Namun, jika melihat penyelesaian dari satu sisi, yang dengan cara itu menyulut masalah besar, tentu pejabat publik akan dinilai bijak bila mampu memahami kondisi sosio-kultural bangsa ini.

Pergaulan bebas di kalangan remaja sudah puluhan tahun terendus. Praktik aborsi sudah lama pula terdeteksi. Seharusnya pemerintah bekerja keras untuk menanggulanginya dengan cara-cara yang edukatif dengan pendekatan moral-relijius (untuk kasus pergaulan bebas) dan preventif dengan pendekatan hukum (untuk kasus praktik aborsi).

Soal pasangan yang berhubungan seks dan berisiko terkena penyakit menular, itu boleh-boleh saja menggunakan kondom (meskipun sejumlah penelitian meragukan 100% kondom bisa melindungi virus). Tapi, pertanyaan dasarnya adalah, apakah pasangan yang berhubungan seks itu statusnya sah sebagai suami-isteri?
Kedua, soal “kehamilan yang tak dikehendaki”, itu menimbulkan kerancuan jika terjadi pada seorang perempuan (isteri) yang sah dalam ikatan pernikahan. Pada pasangan yang sah ini, aborsi hanya berlaku jika menyangkut keselamatan janin atau ibu yang mengandungnya. Itu pun harus sesuai dengan rekomendasi tim ahli kesehatan yang profesional dan teruji.

Kita ikut prihatin dengan masalah penyebaran penyakit akibat hubungan seks yang meluas. Kita juga miris dengan maraknya aborsi. Tapi, menyelesaikan masalah tersebut harus dengan jeli dan bijak. Dan, kiranya seorang pejabat publik seperti Menkes Nafsiah Mboi paham betul masalah, serta publik yang dilayaninya.

Pro dan kontra memang sudah biasa dalam alam demokrasi. Ada pihak yang merasa diuntungkan dan dirugikan, itu juga biasa. Tapi, orang yang bijak pasti tahu bagaimana berbicara, bersikap, dan bertindak, dalam menyelesaikan masalah.  Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar